Kebun  

Bertani Melon dengan Teknologi Pertanian dan Informasi

Buah melon yang ditanam dengan sistem hidroponik di Jatisarono, Nanggulan, Kulonprogo, Minggu (5/10/2025). (Foto: Wiradesa)

Anak muda dari Kampung Jatisarono, Nanggulan, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhasil membudidayakan tanaman buah melon dengan menerapkan teknologi pertanian dan teknologi informasi.

Teknologi pertanian dijalankan untuk proses produksi dan teknologi informasi diterapkan untuk pemasaran hasil produksi. “Semuanya terukur dan presisi,” ujar Totok Hariyanto, petani milenial yang membangun Green House di RT 41 RW 15 Jatisarono Nanggulan, Minggu 5 Oktober 2025.

Untuk penerapan teknologi pertanian, pendiri Binangun Farm ini menerapkan sistem Hidroponik. Jadi penanaman melon tidak di tanah, tetapi di air. Semula air dipompa dari sumur dan dialirkan ke bak penampungan.

Selanjutnya dari bak penampungan dialirkan ke kolam air dan nutrisi, kemudian dipompa dialirkan ke jaringan talang tempat tanaman melon, dan airnya mengalir lagi ke kolam air dan nutrisi.

“Air dari kolam nutrisi ini mengalir ke talang-talang terus masuk lagi ke kolam. Jadi airnya terus mengalir,” jelas Totok, yang membangun Green House berukuran 9 meter x 12 meter dan sudah panen melon tiga kali.

Totok menjelaskan, tempat penampungan air dari sumur, kapasitasnya 1.000 liter. Sedangkan kolam air yang dicampur nutrisi, kapasitasnya 2.000 liter. Keberadaan air yang bersih sangat menentukan keberhasilan budidaya melon.

Aliran air dari kolam nutrisi ke talang-talang, sebagai media tanaman, debitnya juga diatur. Agar volume air di talang, tidak terlalu banyak, agar tidak luber. Setiap 1 tanaman memerlukan 2 liter/hari. Nutrisinya juga diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman melon.

Akar tanaman melon yang menjalar di dalam talang air. (Foto: Wiradesa)

Petani milenial menjelaskan, harga pokok penjualan (HPP) untuk satu tanaman melon sebesar Rp 14.000. Setiap pohon menghasilkan 1,3 kg sampai 3 kg. Harga petik langsung ke kebun Rp 30.000 sampai Rp 35.000. Sedangkan harga bakul atau distributor buah melon antara Rp 20.000 sampai Rp 30.000.

Baca Juga:  P2L Wijaya Kusuma, Penuhi Kebutuhan Pangan dan Gizi Rumah Tangga

Untuk pemasaran, petani milenial dari Nanggulan ini memanfaatkan teknologi informasi. Dia memanfaatkan berbagai platform media untuk menjual hasil produksi melonnya. Misalnya untuk panen awal Oktober 2025, Mas Totok memanfaatkan media sosial, antara lain Whatsapp untuk memasarkan hasil panen melonnya.

Teks yang disampaikan “Agrowisata Petik Melon Hidroponik, Sabtu-Minggu 4-5 Oktober 2025 jam 07.00-17.00, Nanggulan, Kulonprogo. Binangun Farm Melon Hidroponik. 35K/Kg Melon, Honey Globe, Sweet Net 9. Dekat wisata Menoreh, bisa sekalian ke resto-resto”.

Tulisan tersebut dilengkapi dengan foto melon yang siap dipanen. Tentu saja leaflet atau brosur yang diunggah di berbagai platform media, menarik orang untuk berkunjung ke kebun melon di Jatisarono, Nanggulan. “Saya tahu ada budidaya melon di Nanggulan itu dari medsos. Saya ingin belajar langsung kepada petaninya,” ujar Kelik Surono Hadi, dari Segoroyoso, Pleret, Bantul.

Kelik baru tahu kalau tanaman melon itu bisa dibudidayakan hanya dengan air. Sehingga masyarakat yang tidak memiliki lahan luas, bisa menanam melon. Asal tersedia sumur dan ada pompa listrik. Cara budidayanya simpel dan cara menjualnya juga gampang.

Cara pemasaran yang memanfaatkan berbagai platform media atau media sosial, biayanya murah, jangkauan luas, dan sangat efektif efisien. Sehingga para petani perlu beradaptasi dan menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan hasil produksi dan penjualan hasil panennya. (Ono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *