Catatan awal untuk Diskusi Hari Pangan se Dunia, 17 Oktober 2024
Oleh: Gus Nas Jogja
Pengantar
Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-17, dikenal sebagai sosok visioner yang tidak hanya memajukan kerajaan dalam bidang militer, tetapi juga dalam bidang pertanian dan pangan. Konsep Kampung Mataraman dan Ilmu Pranata Mangsa yang beliau kembangkan menjadi warisan berharga dalam sejarah pertanian Indonesia, khususnya Jawa.
A. Konsep Kampung Mataraman
Konsep Kampung Mataraman pada dasarnya adalah sebuah sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Inti dari konsep ini adalah kemandirian pangan di tingkat lokal. Setiap kampung didorong untuk menghasilkan berbagai jenis pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Pertama, Keanekaragaman Pangan:
Kampung Mataraman tidak hanya fokus pada satu jenis tanaman, melainkan mendorong diversifikasi tanaman pangan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko gagal panen akibat hama atau penyakit.
Kedua, Sistem Rotasi Tanam:
Sistem ini membantu menjaga kesuburan tanah dan mencegah penumpukan hama.
Ketiga, Pemanfaatan Lahan Secara Optimal:
Setiap jengkal lahan dimanfaatkan seefisien mungkin, baik untuk pertanian, perkebunan, maupun peternakan.
Keempat, Gotong Royong:
Konsep gotong royong menjadi kunci keberhasilan Kampung Mataraman. Masyarakat bekerja sama dalam mengelola lahan, berbagi pengetahuan, dan saling membantu.
Kelima, Intensifikasi Pertanian:
Sultan Agung mendorong peningkatan produktivitas pertanian melalui berbagai inovasi, seperti perbaikan sistem irigasi, penggunaan varietas unggul, dan pengembangan teknik budidaya yang lebih baik.
Keenam, Diversifikasi Tanaman:
Selain padi, berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Ketujuh, Integrasi Pertanian dan Peternakan:
Sistem ini menggabungkan kegiatan pertanian dengan peternakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan menghasilkan produk sampingan yang bermanfaat.
Kedelapan, Kemandirian Pangan:
Tujuan utama Kampung Mataraman adalah mewujudkan kemandirian pangan di tingkat lokal, sehingga masyarakat tidak bergantung pada pasokan pangan dari luar.
Konsep Kampung Mataraman yang digagas oleh Sultan Agung merupakan sebuah sistem pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan. Inti dari konsep ini adalah upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan di tingkat desa. Beberapa ciri khas dari Kampung Mataraman antara lain:
1. Pertanian organik
Penggunaan pupuk organik dan pestisida alami menjadi prioritas utama untuk menjaga kualitas tanah dan hasil pertanian yang sehat.
2. Diversifikasi tanaman
Selain padi, berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman obat juga ditanam untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
3. Sistem pengairan tradisional
Penggunaan sumber air lokal seperti sungai, mata air, dan embung dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi.
4. Kemitraan petani
Pembentukan kelompok tani dan koperasi pertanian memperkuat kerjasama antar petani dan meningkatkan efisiensi produksi.
5. Pemanfaatan lahan secara optimal
Setiap jengkal lahan dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik untuk pertanian maupun perkebunan.
B. Ilmu Pranata Mangsa: Petunjuk Cerdas dari Alam
Pranata Mangsa adalah sistem penanggalan Jawa yang didasarkan pada pengamatan terhadap fenomena alam, seperti pergerakan matahari, bulan, dan bintang. Ilmu ini memberikan petunjuk bagi petani tentang waktu yang tepat untuk menanam, merawat, dan memanen berbagai jenis tanaman. Dengan memahami Pranata Mangsa, petani dapat menyesuaikan kegiatan pertanian dengan siklus alam, sehingga hasil panen menjadi lebih optimal.
Keunggulan Pranata Mangsa
1. Sinergi dengan Alam
Pranata Mangsa mengajarkan petani untuk hidup selaras dengan alam, bukan melawannya.
2. Pengetahuan Lokal
Pengetahuan ini merupakan warisan turun-temurun yang telah teruji kebenarannya oleh masyarakat Jawa selama berabad-abad.
3. Keberlanjutan
Sistem ini mendorong praktik pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Ilmu Pranata Mangsa adalah sistem penanggalan tradisional Jawa yang didasarkan pada pengamatan terhadap fenomena alam. Sistem ini digunakan sebagai pedoman dalam menentukan waktu yang tepat untuk melakukan berbagai aktivitas pertanian, seperti menanam, merawat tanaman, dan memanen.
Pertama, Harmonisasi dengan Alam:
Pranata Mangsa mengajarkan masyarakat untuk hidup selaras dengan alam. Petani diajarkan untuk mengamati perubahan musim, perilaku hewan, dan tanda-tanda alam lainnya untuk menentukan waktu yang paling sesuai bagi tanaman.
Kedua, Pengetahuan Lokal:
Ilmu ini merupakan akumulasi dari pengetahuan lokal yang turun-temurun. Petani memiliki pemahaman yang mendalam tentang sifat tanah, jenis tanaman yang cocok, dan cara pengendalian hama secara alami.
Dengan memahami Pranata Mangsa, petani dapat:
Menyesuaikan pola tanam: Menentukan jenis tanaman yang sesuai dengan musim dan kondisi tanah.
Mencegah hama dan penyakit: Mengantisipasi serangan hama dan penyakit tanaman berdasarkan siklus alam.
Meningkatkan produktivitas: Memanfaatkan waktu yang tepat untuk melakukan berbagai aktivitas pertanian sehingga hasil panen lebih optimal.
Dampak dari Konsep Kampung Mataraman dan Ilmu Pranata Mangsa
1. Membangun Ketahanan Pangan
Konsep ini berhasil menciptakan ketahanan pangan yang kuat di wilayah Mataram. Masyarakat tidak mudah mengalami kelaparan karena selalu memiliki cadangan pangan yang cukup.
2. Pelestarian Lingkungan
Sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menjadi ciri khas Kampung Mataraman.
3. Pengembangan Masyarakat
Konsep ini mendorong masyarakat untuk lebih mandiri, kreatif, dan saling bergotong royong.
Warisan yang Masih Relevan
Meskipun telah berabad-abad lamanya, konsep Kampung Mataraman dan Ilmu Pranata Mangsa masih sangat relevan hingga saat ini. Dalam menghadapi tantangan pangan global dan perubahan iklim, konsep ini dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan pertanian yang berkelanjutan.
Beberapa hal yang dapat kita pelajari dari warisan Sultan Agung: di antaranya ialah:
1. Pentingnya Kemandirian Pangan
Setiap daerah harus berupaya untuk mencapai kemandirian pangan.
2. Pengetahuan Lokal
Pengetahuan lokal yang telah teruji selama berabad-abad tidak boleh dilupakan dan perlu dilestarikan.
3. Pertanian Berkelanjutan
Pertanian harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan.
4. Gotong Royong
Kerja sama dan gotong royong adalah kunci keberhasilan dalam membangun masyarakat yang sejahtera.
Dalam konteks kekinian, konsep ini dapat diadaptasi dengan teknologi modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.
Sultan Agung telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam membangun peradaban pangan di Jawa. Konsep Kampung Mataraman dan Ilmu Pranata Mangsa merupakan warisan berharga yang dapat menjadi inspirasi bagi pengembangan pertanian modern yang berkelanjutan. Dengan memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, kita dapat mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat. (*)