Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wordpress-seo domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/u1118341/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Suti Rahayu, Berdayakan Ibu RT dengan Pangan Lokal - mandiripangan.com

Suti Rahayu, Berdayakan Ibu RT dengan Pangan Lokal

  • Bagikan
Ibu-ibu rumah tangga bekerja membuat mie di UKM Putri 21 (Foto: Ono/Wiradesa.co)

GUNUNGKIDUL – Suti Rahayu merupakan sosok perempuan desa yang sederhana, tidak berpendidikan tinggi, tetapi mampu menjadi penggerak, khususnya ibu rumah tangga, dan menginspirasi banyak pihak. Sejumlah karya dihasilkan dari pemikiran ibu ini, antara lain kelompok wanita tani, pusat pelatihan pertanian perdesaan swadaya, usaha kecil menengah, dan koperasi.

Kelompok Wanita Tani (KWT) yang didirikan tahun 2006, Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) tahun 2006, dan Usaha Kecil Menengah (UKM) tahun 2012 semuanya diberi nama Putri 21. Sedangkan Koperasi Perempuan Berkarya tahun 2015 diberi nama Koperasi Puan Ariya. Semua organisasi yang dibentuknya berjalan dan menuai hasil yang menggembirakan.

Meski bukan seorang pejabat, tetapi Suti mampu memimpin dan menggerakkan puluhan ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya di Dusun Sumberejo, Desa Ngawu, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski tidak berpendidikan tinggi, tetapi dia mampu mengajarkan ilmu dan pengalamannya kepada berbagai pihak.

UKM Putri 21

UKM Putri 21 yang fokus pada pengolahan mocaf, antara lain memproduksi mie telur, pop mie, mie bumbu, beras analog, dan kue kering, Meski tanggal merah, Minggu 26 Juli 2020, sejumlah ibu rumah tangga tetap bekerja di rumah Suti Rahayu di Dusun Sumberejo, Desa Ngawu. Mereka tampak bersemangat, ada yang mengaduk bahan mie, mengepres, menimbang, mengukus, dan mengeringkan mie yang terbuat dari mocaf.

Mocaf merupakan tepung yang terbuat dari singkong. Ubi kayu yang produksinya melimpah di Gunungkidul ini oleh para perempuan desa dibuat tepung dan diolah menjadi berbagai olahan makanan, antara lain beras analog, kue kering, dan mie. Ada mie telur, pop mie, dan mie bumbu. Sedangkan mie dari bahan mocaf itu terdiri dari belasan varian, di antaranya rasa ubi ungu, wortel, original, sawi, pisang, cabe hijau, kelor, tomat ijo, brokoli, buah naga, the hijau, bayam, tomat, sukun, ubi kuning, dan cabe merah,

Kristi Sekar, ibu rumah tangga dengan dua anak, sudah dua tahun bekerja di rumah Suti Rahayu. Perempuan single parent ini setiap hari mendapatkan upah Rp 50.000 plus makan dua kali. Pendapatannya memang tidak terlalu besar, namun dia mengaku sangat terbantu perekonomiannya. “Saya nyaman bekerja di sini, karena sistem kerjanya kekeluargaan. Seperti tidak ada atasan dan bawahan,” ujar Kristi.

Baca Juga:  Widodo, Pak Mantan Jadi Raja Madu

Ibu Kristi pada Minggu kemarin bekerja bersama empat ibu rumah tangga lainnya. Perempuan yang tinggal di Dusun Sumberejo ini mengerjakan pengadukan, pengepresan, dan pencetakan mie. Sedangkan empat temannya melakukan penimbangan, pengukusan, dan pengeringan. Mereka bekerja dengan riang, penuh kekeluargaan. Sebenarnya ada tujuh pekerja, namun Minggu kemarin hanya lima ibu rumah tangga yang bekerja.

Pembuatan mie itu merupakan produk dari UKM Putri 21 yang dikelola langsung Suti Rahayu. Selain mie, usaha kecil menengah ini juga memproduksi gatot, tiwul, beras analog, tepung mocaf, dan berbagai makanan kering terbuat dari mocaf. “Kami mendirikan UKM Putri 21 tahun 2012. Sebelumnya tahun 2006 mendirikan Kelompok Wanita Tani Putri 21 dan Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S). Kemudian tahun 2015 membentuk Koperasi Perempuan Berkarya,’ papar Suti Rahayu.

KWT Putri 21 terbentuk tanggal 6 bulan 6 tahun 2006 (6 Juni 2006) beranggotakan 21 ibu rumah tangga Dusun Sumberejo, Ngawu, Playen, Gunungkidul. Pendirinya 1, pengurus 5, dan anggota 15. Kelompok iini bertemu rutin setiap bulan. Mulanya arisan Rp 2.000, kemudian ibu-ibu memiliki ide membuat olahan pangan, seperti ceriping telo, ceriping pisang, dan lainnya.

“Waktu membuat olahan makanan berjalan lancar, tapi saat menjualnya ke pasar, para ibu menemui persoalan. Karena kebanyakan ibu-ibu tidak biasa berjualan di pasar,” papar Suti Rahayu. Akhirnya dicapai kesepakatan untuk membagi peran, 50 pengolah, 30 pemasar, dan 10 serabutan. Kemudian saat mulai menulai hasil, pertemuan rutin tidak hanya arisan, tetapi juga tabung.

Suti Rahayu mengamati mie dari mocaf yang dikeringkan (Foto: Ono/Wiradesa.co)

Untuk pengembangan usaha, anggota KWT Putri 21 sepakat untuk meminjam modal ke UPK PNPM Mandiri. Pertama memperoleh pinjaman Rp21 juta yang dibagi rata kepada 21 anggota. Karena dinilai tepat sasaran dan tepat waktu, sekarang sudah dapat peminjaman sebesar Rp360 juta dengan waktu pengembalian 18 bulan. “Kami menekankan jangan sampai ada rapor merah. Meski kondisi sulit, apalagi saat pandemi COVID-19 ini, para anggota tetap mampu mengangsur pinjaman,” ujar Suti Rahayu.

Baca Juga:  Berkebun dan Memelihara Ikan Jadi Hiburan Bupati Sleman Sri Purnomo

Dengan kerukunan, kekompakan, dan keinginannya yang kuat untuk meningkatkan perekonomian keluarga, kini baik KWT, UKM, dan P4S Putri 21, serta Koperasi Puan Arya berkembang pesat. Kelompok yang dipimpin Suti Rahayu sekarang telah menjadi percontohan pemberdayaan perempuan dan menjadi tempat studi banding bagi daerah yang ingin melaksanakan program serupa. Bahkan ada dari luar negeri, di antaranya dari Mozambik yang belajar di Putri 21 Sumberejo, Ngawu, Playen, Guunungkidul.

Putri 21 terus mengembangkan pangan lokal dengan bahan baku mocaf, tepung dari singkong. Kini juga mengembangkan olahan dari tepung sukun, pisang, ubi jalar, garut, dan ubi ungu. Volume produksi untuk tepung singkong 7 kuintal per minggu. Sedangkan UKM Putri 21 fokus pengolahan mocaf, mulai dari moe telur, pop mie, mie bumbu, beras analog, dan kue kering.

Menuai Hasil

Setelah tergabung di KWT Putri 21, keluarga ibu-ibu di Dusun Sumberejo telah menuai hasilnya. Jika dulu hanya memiliki sepeda ontel, sekarang sudah punya sepeda motor. Bahkan ada anggota yang memiliki rumah bagus dan mobil baru. “Ibu-ibu yang memiliki rumah mewah dan mobil bagus itu umumnya tidak hanya memproduksi, tetapi juga menjadi pengepul dan memiliki kios di pasar-pasar,” ujar Suti Rahayu.

Giyarti, bendahara Koperasi Puan Arya (Putri 21) merasa terbantu ekonomi keluarganya setelah bergabung dengan KWT Putri 21. Dulu dirinya hanya momong anak di rumah, sekarang telah memiliki usaha membuat kue kering di rumahnya. Hasilnya, selain untuk menambah kebutuhan ekonomi keluarga juga bisa menabung. Giyarti di rumah membuat keripik, krecek telo, dan egg roll.

Istri pensiunan staf administrasi UGM ini mengaku bangga dengan kerukunan dan kekompakan para ibu rumah tangga di Dusun Sumberejo. Dengan kegiatan usahanya, UPK PNPM mengucurkan pinjaman Rp370 juta dan para anggota selama ini tepat waktu saat mengangsur. Karena tepat waktu kelompok setiap bulan mendapatkan insentif pembayar tepat waktu sebesar Rp55.000 per Rp1 juta pinjaman.

Pemesanan

Produk mie dari UKM Putri 21 yang diberi label Mie Ayo kini mulai digemari masyarakat. Pemesanan terus mengalir ke tempat produksinya di rumah Suti Rahayu. Akhir Juli 2020, melayani 2.000 mie pesanan dari Banjarnegara. Kemudian 30 kg beras analog pesanan dari Magelang. Kemudian Dinas Pertanian Gunungkidul juga memesan 270 bungkus, berisi kue kering dan mie Ayo. “Kami tidak banyak untung, tetapi banyak sedulur,” tegas Suti Rahayu.

Baca Juga:  Teknik Hidroponik Itu Mudah, Asal Ada Kemauan dan Didukung Modal

Sekarang kegiatan KWT Putri 21, P4S Putri 21, UKM Putri 21, dan Koperasi Perempuan Berkarya (Puan Ariya) berkantor di rumah Suti Rahayu. Di rumah ini, selain kantor juga terdapat ruang pertemuan, tempat display produk, toko, dan produksi mie. Sehingga orang-orang yang ingin studi banding atau magang, bisa melihat langsung hasil produk dan bagaimana memproduksi pangan lokal.

Di tempat display, terdapat produk egg roll mocaf, biskuit mocaf, abon ayam, kue kering, jahe instan, “Deva” wedang uwuh, kunyit asem, sirih wangi, dan wedang secang, Di tempat ini juga terpampang cara pembuatan tepung mocaf. Proses pembuatan tepung mocaf UKM Putri 21, mulai dari ubi kayu, pengupasan, pencucian, perajangan, dan perendaman. Perendaman menggunakan sistem manual dengan rendam air biasa selama 72 jam, Setiap 24 jam diganti airnya. Hari ketiga diberi garam 100 gram untuk 100 kg.

Untuk mengawali usaha kelompoknya diakui Suti Rahayu memang tidak mudah. Dengan tekat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan tidak malu, maka berbagai persoalan akan bisa diatasi. Jujur awalnya Suti Rahayu malu untuk memasarkan hasil olahan pangannya ke pasar Playen. Karena dia istri guru dan selama ini tidak pernah jualan ke pasar. Namun karena kebutuhan, maka rasa malu itu dibuang jauh-jauh.

Sejumlah perguruan tinggi, antara lain Sekolah Tinggi Pertanian dan Perkebunan (STPP) Yogyakarta rutin mengirimkan mahasiswanya untuk magang di Putri 21. Kemudian Dinas=dinas Pertanian dari sejumlah Provinsi di Indonesia juga rutin mengirimkan perwakilannya untuk belajar di Putri 21. “Sebelum Covid-19 ada 30 perwakilan dari Manokwari Papua yang belajar di sini,” ungkap Suti Rahayu.

Meski bukan berpendidikan tinggi, hanya lulusan SMP, namun Suti Rahayu, mampu mengajar kepada berbagai pihak soal bagaimana memberdayakan ibu rumah tangga dengan pangan lokal. Meski bukan seorang pejabat dan bukan politisi, tetapi ibu tiga orang anak ini mampu menggerakkan perempuan untuk berdaya dan menghasilkan pendapatan yang bermanfaat bagi keluarga. (Ono)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *