BANTUL – Tandur padi di wilayah Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terpengaruh dengan pandemi Cocid-19. Para ibu, usia di atas 40 tahun, tetap bersemangat menanam padi tanpa menggunakan masker.
Bagi petani, sinar matahari adalah obat. Dengan terpaan matahari, tubuhnya menjadi imun atau tahan terhadap serangan penyakit. Maka jangan heran jika para petani tetap tenang menghadapi wabah virus corona.
Tampak tiga ibu giat menanam padi di area persawahan Padukuhan Wiyoro Kidul, Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Minggu (20/9/2020) pagi. Sampai saat ini tandur padi di wilayah Bantul masih dilaksanakan oleh ibu-ibu.
Anak-anak muda jarang yang mau turun ke sawah nandur benih padi. Jangankan nandur yang memerlukan kesabaran, ketelitian, dan kekompakan, saat panenpun para pemuda tidak mau terjun ke sawah. Mereka memilih kerja kantoran atau jadi youtuber.
“Susah mengajak anak untuk jadi petani. Tapi kami tidak menyalahkan. Karena menjadi petani itu memang benar-benar susah,” ujar Ny Wagirah, petani asal Wiyoro Kidul. Dia tetap sebagai buruh tandur, karena tidak ada yang mau bekerja sebagai penanam padi.
Menurut Ny Wagirah, menjadi petani itu susah. Lahan sawahnya semakin menyempit. Harga jual panennya juga rendah. Sementara harga bibit, pupuk, obat hama, dan biaya produksinya mahal.
Area sawah di wilayah Baturetno juga semakin menyempit. Lahan sawah banyak dialih-fungsikan sebagai tempat pemukiman. Di desa ini ada puluhan perumahan yang menggusur lahan persawahan. Jika alih fungsi lahan sawah ini tidak terkendali, maka petani akan semakin terjepit, dan dampak turunannya akan berpengaruh pada ketersediaan pangan.
Maka jangan kaget jika suatu saat nanti, desa sudah tidak mampu menyediakan pangan. Lahan pertanian terus menyempit dan para petani menjerit. Sedangkan aparat pemerintah, sibuk dengan kepentingannya sendiri. (*)