Kabar  

Petani Sejahtera Pedagang Untung Masyarakat Tersenyum

Lahan persawahan di Sleman (Foto: Wiradesa)

JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, sedang merancang tata kelola pangan nasional agar petani sejahtera, pedagang untung, dan masyarakat tersenyum. Pihaknya telah mendapatkan neraca komoditas dan sudah menghitung kebutuhan pangan nasional serta produksinya selama satu tahun.

Setelah dihitung, untuk mestabilkan harga komoditas, menyerap hasil produksi petani, memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, dan kebutuhan lain terkait pangan, maka dalam waktu satu tahun diperlukan dana anggaran sekitar Rp 34,38 triliun. Jika tiga bulan, kebutuhan anggarannya sekitar Rp 8,6 triliun. “Maka pemerintah dengan persetujuan DPR perlu menganggarkan sebesar itu untuk mengatasi persoalan pangan nasional,” ujar Arief Prasetyo Adi di Jakarta, Rabu 23 Maret 2022.

Dana anggaran tersebut, antara lain untuk membeli hasil panen petani dengan harga di atas harga pokok produksi. Misalnya jika harga padi (gabah) saat panen raya turun di pasaran menjadi Rp 3.700 per kilogram, maka Bulog harus membelinya dengan harga di atas biaya produksi yang ditetapkan, misalnya Rp 4.000 per kilogram. “Jika ada jaminan harga seperti itu, kami yakin petani akan terus bersemangat menanam padi,” tegas Arief.

Begitu juga dengan komoditas lain, seperti kedelai, daging, minyak goreng, jagung, cabai, telur, dan lainnya. Selama ini sudah 20 tahun, persoalan pangan tidak pernah terselesaikan dengan tuntas. Gejolak harga setiap tahun terus terjadi dan pola serta modusnya hampir sama, tetapi pemerintah sepertinya tidak berdaya. Dibentuknya Badan Pangan Nasional diharapkan bisa mengatasi carut marut tata kelola pangan nasional yang telah berlangsung puluhan tahun.

Ahli pangan dari IPB, Dwi Andreas, menyambut baik langkah Kepala Badan Pangan Nasional yang belum lama ini dilantik. Namun untuk merealisasi program yang diharapkan bisa mensejahterakan petani, menguntungkan pedagang, dan memakmurkan rakyat, perlu komitmen kuat berbagai pihak, khususnya pihak importir pangan yang selama ini menikmati keuntungan.

Baca Juga:  Budidaya Terong KTD Sumber Asri

Dwi Andreas mengungkapkan impor 8 komoditas pangan selama 10 tahun terakhir ini terus meningkat volumenya sampai 20 juta ton. Jika hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tanpa mempedulikan petani, maka selamanya carut marut pangan di Indonesia akan terus terjadi. “Petani lokal jangan dihadapkan dengan petani internasional. Jika petani kedelai Indonesia dibandingkan dengan petani kedelai di Brasil maka selamanya persoalan kedelai akan terus terjadi di Indonesia,” papar Dwi Andreas.

Secara khusus, pakar pangan dari IPB ini mengingatkan stok pangan beras di Bulon dalam kondisi bahaya. Berkali-kali para pejabat pemerintah bangga jika stok beras aman, Karena saat ini ada cadangan beras 850 ribu ton di Gudang Bulog. Menurut Dwi Andreas, bila ingin aman, stok cadangan beras ideal minimal 1 juta ton. Karena jika ada masalah dengan beras, maka akan menjalar ke persoalan lain. “Jangan main-main dengan komoditas beras, karena itu makanan pokok rakyat Indonesia,” tegas Dwi Andreas mengingatkan.

Dwi Andreas yang terus menjalin komunikasi dengan petani di berbagai daerah, mengemukakan tingkat produktivitas padi di Indonesia tahun 2021 dalam kondisi bahaya, karena minus 0,12 persen. Padahal selama ini, meski ada perubahan iklim dampak dari La Nina, tingkat produktivitasnya bisa mencapai 5,6 persen. “Ini lampu merah bagi kedaulatan pangan di Indonesia,” ujar Dwi Andreas.

Untuk mengatasi persoalan pangan di Indonesia, seperti yang dikemukakan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, pihaknya tidak bisa sendirian. Upaya mengatasi carut marut pangan, harus dilakukan bersama dari berbagai pihak. Maka Ariet meminta DPR, asosiasi, pedagang, akademisi, dan pihak lain terkait dengan pangan untuk bahu membahu, bersama-sama mengatasi persoalan pangan di Indonesia. (Ono Jogja)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *