BANTUL – Perwakilan dari 27 negara telah berkunjung ke Pondok Pesantren (Ponpes) Islamic Study Center (ISC) Aswaja Lintang Songo di Pagerjurang, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Banyaknya tamu dari berbagai negara itu, salah satunya karena jaringan atau relasi baik yang ditorehkan pimpinan pesantren.
Jaringan menjadi salah satu faktor penting bagi pimpinan dan pengelola Ponpes ISC Aswaja Lintang Songo dalam mengembangkan diri dan mewujudkan ketahanan pangan santri. Ratusan tamu dari berbagai negara yang berkunjung ke Pesantren Lintang Songo karena relasi.
Pimpinan Ponpes Lintang Songo KH Heri Kuswanto mengungkapkan sampai saat ini sudah tercatat ada rombongan tamu dari 29 negara yang berkunjung ke Lintang Songo. Para tamu itu, antara lain dari Perancis, Australia, Amerika Serikat, Srilangka, Mesir, India, Bangladesh, Laos, Filipina, Myanmar, Thailand, dan Timur Leste.
“Selain banyaknya tamu dari berbagai negara, kami juga bangga dengan datangnya santri dari berbagai daerah di Indonesia yang nyantri di Lintang Songo,” ujar KH Heri Kuswanto saat Tim Wiradesa berkunjung ke Lintang Songo Garden, Minggu (24/1/2021). Rombongan dipimpin pendiri Wiradesa, Sihono HT.
Santri Lintang Songo yang berjumlah 70 orang, mulai usia sekolah dasar sampai S2, non sekolah, dan dewasa, berasal dari 26 kabupaten/kota. Mereka datang dari Aceh, Tapanuli, Medan, Padang, Palembang, Lampung, Banten, Jakarta, Bandung, Subang, Ciamis, Pemalang, Ngawi, Pacitan, Jember, Probolinggo, Banjarmasin, Kupang, dan Ambon.
Pesantren Lintang Songo mengajarkan kepada santri-santrinya untuk lebih kreatif, inovatif dan mandiri. Hal tersebut didasarkan pada keprihatinan Heri Kuswanto selaku pimpinan pondok. Prihatin, pinter ngaji tapi bingung cari kerja. “Kami mengajarkan para santri untuk memahami Islam secara kafah, mendidik keterampilan, dan menjadikan mereka peduli sosial,” tegas Kyai Heri.
Santri di Pesantren Lintang Songo ini berasal dari hampir seluruh wilayah di Indonesia. Mereka ada yang dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Maluku. Santri di pondok pesantren ini sebagian besar dari keluarga kurang mampu dan anak-anak broken home. Mereka dididik di pondok ini supaya bisa belajar tentang kemandirian.
Jumlah santri yang banyak dari berbagai wilayah di Indonesia bermula dari mudahnya membangun jaringan. “Jaringan itu penting,” ucap Kyai Heri. Jaringan itu bisa menambah relasi dan kerja sama untuk Lintang Songo. Cara menambah jaringan ini biasanya dengan getok tular.
Getok tular ini mudah dilakukan. Biasanya dengan atau dari wali santri ke wali santri yang lain, Pondok Pesantren Lintang Songo dapat lebih dikenal oleh masyarakat luar. Dengan getok tular ini, pengurus pondok tidak perlu memakai brosur untuk menyebarkan informasi tentang pondok pesantrennya.
Adapun bentuk jaringan pondok pesantren tersebut antara lain jaringan jamaah, jaringan ikatan wali, jaringan sekolah dan jaringan organisasi. Selain jaringan itu, komunikasi lewat WA juga bisa menambah jaringan. Dari TNI, Polri, pejabat dan lingkungan kampus hampir sebagian besar sudah pernah menjalin komunikasi. “Semua itu diharapkan tetap terjalin komunikasi dengan baik,” kata Kyai Heri.
Menurut Kyai Heri yang juga Rektor IIQ An-Nur Yogyakarta, jaringan memang besar manfaatnya. Jaringan itu penting. Tujuannya, untuk bisa menambah kerja sama baik dari lingkungan internal maupun eksternal. Untuk mempertahankan jaringan tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan.
Pertama, bisa dengan membagi hasil kebun kepada orang-orang di sekitar pondok. Tindakan ini supaya bisa mendapat respon baik di masyarakat. Kedua, dangan menjaring jaringan yang mengikat. Akan tetapi, bangunlah jaringan yang bisa meringankan dan diringankan. (Nur Anggraini)