Cemeti Gelar Mini Trip ke Kelompok Pertanian Lumbung Mataram

  • Bagikan
Cemeti saat melakukan mini trip ke kelompok pertanian Lumbung Mataram Kota Yogyakarta. (Foto: Wiradesa)

YOGYAKARTA – “33 Monumen Hidup untuk Ketakterhinggaan Hasrat Kehidupan”, begitulah narasi yang dibangun oleh Cemeti – Institut Seni untuk Masyarakat, dalam perayaaan ulang tahun yang ke-33. Mereka melakukan mini trip ke kelompok pertanian Lumbung Mataram Kota Yogyakarta.

Mulai dari kelompok tani Purbo Asri, Purbayan, Kotagede, kemudian ke Kampung Markisa, Blunyahrejo, berlanjut di kelompok Tani Ngudi Mulyo, Pugeran, pada Minggu, 11 April 2021, mulai pukul 09.00-16.00 WIB.

Para peserta yang tergabung, baik dari Cemeti maupun para kolega lainnya, berkunjung dari satu lokasi ke lokasi selanjutnya dengan mengendarai motor.

Setiap sampai di titik lokasi perkebunan kelompok tani di bawah naungan Lumbung Mataram, rombongan yang melakukan mini trip disambut hangat oleh para warga kelompok tani yang sudah menunggu di lokasi. Salah satunya dapat dilihat dengan beragam jamuan yang dihidangkan.

Dalam rangka mengingat kembali keberadaan Cemeti di pergulatan seni rupa yang sudah 33 tahun, Linda Mayasari, Direktur Cemeti mengatakan, mereka bekerja sama dengan beragam seniman dan disiplin lainnya. Salah satunya dengan “panen apa hari ini”.

Pendekatan yang dilakukan, kata Linda, tak sebatas pada penciptaan karya. Melainkan juga memproduksi pengetahuan, serta membangun hubungan melalui praktik-praktik seni dengan bermacam disiplin lainnya. Salah satunya pertanian.

Sebab pandemi, perayaan pada 2021 dibuat dengan konsep yang lebih sunyi, kontemplatif, dan mencoba dari apa yang pernah dilakukan.

Yang pokok, bukan sebatas seremoni saja, tetapi dengan saling menatap, Linda yakin, hubungan baik antarpihak akan terjalin. Guna perbaikan ke depan, di ulang tahun yang ke-33, Cemeti terbuka dengan beragam kritik. Bahkan, menunggu pihak mana pun yang bersedia memberi kritik maupun saran untuk keberlangsungan Cemeti.

Baca Juga:  Peserta Sekolah Jurnalisme Desa Belajar Berkarya dan Berbagi Jurnalisme Pangan

Lanjut Linda, Cemeti bersepakat melakukan apa yang bisa dilakukan, serta berupaya untuk terus bertumbuh layaknya pohon maupun tanaman. Maka, di ulang tahun yang ke-33, Cemeti memutuskan membuat monumen hidup. “Bukan tugu, tapi mengambil atau meminjam monumen yang sudah ada di sekitar kita, yang sudah menopang kehidupan kita selama ini. Yaitu pohon tanaman,” imbuhnya saat ditemui di kebun Kelompok Tani Ngudi Mulyo, Pugeran, Mantrijeron.

Dalam kegiatan tersebut, Cemeti menggandeng berbagai pihak. Linda mengaku, Anang, pendiri “panen apa hari ini”, berkontribusi banyak atas terselenggaranya kerja sama dalam hal aktivasi komunitas yang terkait dengan ketahanan pangan maupun pertanian. Dalam hal ini, seni dan isu ketahanan pangan saling melebur.

Ide membuat mini trip, sebelumnya, Cemeti melakukan survei terlebih dahulu di ketiga kebun kelompok tani tersebut. Selain itu, Cemeti juga mengundang 33 pihak yang bersedia menjadi pengampu pohon. “Kami menyebut 33 pohon kebajikan di ulang tahun yang ke 33,” kata Linda.

Harapan selanjutnya, selain menerima, para pemangku pohon juga menanam serta merawat tanaman tersebut. “Kelak juga akan mengunduh,” jelasnya

Menurut Linda, hal tersebut seperti halnya membaca suatu proses rangkaian hidup yang seolah-olah linear. “Tapi kan, pola pikir linear kerap ditolak. Mengambil filsafat pertanian, saat mengobrol dengan Anang, terkadang linear juga menjadi semacam utopia untuk mengetahui kira-kira perjalanan kita,” ucapnya.

33 pohon kebajikan yang disebutkan, terdiri dari 3 kriteria. Yaitu peneduh, keindahan, dan kebajikan. Terkait yang menentukan jenis tanaman apa yang akan diberikan, tergantung dengan kesediaan para pemangku Lumbung Mataram.

Dalam hal ini, Lumbung Mataram memilihkan ketepeng sebagai pohon peneduh, mangga untuk buah, kemudian pucuk merah untuk keindahan. Terkait bibit tanaman, di masing-masing kelompok tani berbeda. Untuk kelompok tani yang di Pugeran terdapat bayam brazil, yang di Blunyahrejo terdapat markisa merah, sedangkan yang di Purbayan mereka memperoleh koro pedang.

Baca Juga:  Temu Keluarga Besar Aslam Hady: Indahnya Kebersamaan

Tutur Linda, mereka mencoba melihat kembali usia suatu ruang seni. Termasuk apa yang dilakukan dan ingin dilakukan. Baginya, ruang seni berupaya memfasilitasi seniman untuk melakukan proses. Seperti yang dituturkan sebelumnya, bukan sebatas penciptaan karya. Namun mulai dari proses riset hingga penajaman gagasan. Bahkan terkait bagaimana etika bekerja dengan komunitas lainnya.

Sebagai partner, Cemeti sebatas menemani dan memfasilitasi hal-hal yang berkaitan dengan pertanian di Lumbung Mataram, dengan bermedium seni.

“Ini kayak kegiatan bersama saja. Cemeti punya logisitk seperti ini, Anang punya tenaga. Terus Lumbung Mataram punya bibit dan tanaman. Kemudian kita membangun semua ini bersama. Tapi yang jahit paling utama itu si Anang,” terang Linda kemudian.

Dimas, salah seorang anggota Cemeti menambahkan, yang dimaksud dengan narasi menebar benih ialah menebar monumen kehidupan. “Kita kerja sama saja. Harapannya, tahun depan kita bisa datang lagi. Jadi datang ke rumah mereka (para pemangku pohon), untuk melihat perkembangan tanamannya. Jumlahnya ada 33 bibit dan 33 pohon dari setiap kelompok tani yang ada di Lumbung Mataram,” ungkapnya.

Perwakilan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Imam, dalam sambutannya menyampaikan, pertanian merupakan budaya yang pertama kali dikenal manusia sebagai bentuk ketahanan pangan.

Menurutnya, kaitannya seni dengan pertanian, termasuk ide yang menyambungkan sesuatu yang tidak nyambung, atau menghubung-hubungkan sesuatu yang tidak berhubungan. Namun bisa relevan dengan situasi dan kondisi yang ada. “Saya ke mana-mana sering meneriakkan, tidak pernah ada kehidupan tanpa pertanian,” tegasnya.

Imam juga berpesan, menanam itu sama pentingnya dengan kebutuhan makan maupun minum. Setiap ada yang bertanya tentang cara menanam ke dirinya, Imam selau menyampaikan, yang terpenting ialah kemauan dan kecintaan terhadap tanaman. Ketika sudah menanam tanaman apa pun, minimal dilihat 5 menit setiap hari. “Inisiatif-inisiatif selanjutnya agar tanaman terus hidup dan berkembang, pasti turut dipikirkan dan diupayakan,” urainya. (Septia Annur Rizkia)

Baca Juga:  Cara Membuat Larutan Perangsang Buah
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *