Buruh Ngarit, Pahlawan Pangan Lokal

  • Bagikan
Buruh ngarit saat merontokkan padi menggunakan mesin general (Foto: Wiradesa)

KEBUMEN – Negeri kita memiliki wilayah pertanian yang luas. Wilayah tersebut dikelola oleh petani yang memiliki keahlian mengurus lahan. Petani pemilik lahan dan sawah yang luas, biasanya bekerja sama dengan buruh tani untuk menggarapnya.

“Beginilah antara petani pemilik lahan sawah dan buruh tani, buruh ngarit selalu ada kerja sama yang baik,” kata Bambang Darsono, seorang buruh ngarit alias pemetik padi kepada wiradesa.co, Kamis, 18 Maret 2021.

Darsono menjelaskan, idealnya kelompok pemetik padi paling tidak lima orang untuk memanen satu bidang sawah seluas 100 ubin. Semua saling berbagi tugas satu sama lain. Misalkan, dari lima orang tersebut dua orang bertugas ngarit padi. Kemudian tiga orang merontokkan padi di mesin. Dari tiga itu juga ada yang bergantian untuk memanggul padi guna dibawa ke dekat mesin. Tidak hanya itu, setelah selesai ngarit dan merontokkan padi, semua harus bahu-membahu memanggul padi dibawa ke rumah pemilik lahan. Apabila jaraknya jauh, ada yang memakai motor ataupun becak motor.

Orang-orang seperti Darsono bekerja maksimal dan hati-hati agar tak banyak bulir padi yang tercecer di sawah saat panen. Manakala padi dirontokkan pakai mesin, sebeket atau satu bagian terlebih dahulu. Menyusul beket atau bagian lain hingga rampung. Lewat proses tersebut perlahan-lahan akan terkumpul bulir padi atau gabah. Lalu gabah tersebut disaring. Setelah itu dimasukkan ke dalam karung kandi.

Darsono mempunyai kelompok pemetik padi tersendiri. Anggotanya Sahodi, Poniman, Mahmudin dan Jalil. Kelompok ini merupakan kelompok ngarit padi di Dukuh Karanggede, Desa Tambakagung, Kecamatan Klirong, Kebumen. Tim pemetik padi ini berangkat pukul 07.00 kemudian selesai 16.30. Akan tetapi, pada saat waktu salat Zuhur mereka beristirahat. Sebagai pemetik padi saat istirahat biasanya juga mendapat jatah kiriman makan.

Baca Juga:  Lintang Songo Didik Santri Berwirausaha

“Kiriman dalam bentuk nasi, sayur dan lauk. Sekarang kebanyakan dibungkus menggunakan plastik. Kebanyakan sekarang kiriman nasi dan lauk dibawa pulang ke rumah. Selain kiriman, kami juga dikasih air minum pakai ceret serta makanan untuk istirahat. Terkadang jajanan pasar ataupun buah. Semua disesuaikan dengan pribadi masing-masing. Pemberian kiriman sehari dua kali pagi dan sore,” urai Darsono sambil ngarit padi di wilayah Sawah Cinde Desa Tambakagung.

Buruh ngarit, pahlawan pangan lokal (Foto: Wiradesa)

Buruh ngarit pemetik padi pekerjaan yang luar biasa. Mereka melawan cuaca panas dan hujan, perjuangan yang luar biasa. “Apalagi sekarang musim hujan. Kalau ada petir, kami otomatis langsung pulang,” imbuhnya.

Seiring majunya teknologi pertanian, pekerjaan buruh ngarit sedikit teringankan oleh kehadiran mesin perontok padi. Begitu juga di wilayah Desa Tambakagung, sekarang dalam memanen kebanyakan sudah dibantu mesin. Mesin tersebut adalah mesin general. Mesinnya menggunakan bensin. Biasanya sehari habis satu liter. Mesin ini mempermudah buruh ngarit dalam merontokkan padi tanpa harus letih gepyok padi menggunakan kayu.

Setelah selesai, pemetik padi mendapatkan bawon dari pemilik sawah. Untuk bawon sendiri sudah ditetapkan di wilayah Desa Tambakagung. Jumlah bawon 15 kg per satu kuintal. Usai gabah panen ditimbang perolehan bawon dibagi sesuai jumlah anggota tim.

Petani pemilik lahan, buruh tani, buruh ngarit padi, memang harus saling bekerja sama. Mereka bisa disebut sebagai pahlawan pangan lokal. Sudah semestinya kita semua menghargai jerih payah mereka. Salah satunya dengan memilih mengkonsumsi produk pangan (beras) lokal. (Nur Anggraeni)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *