LAMONGAN – Ada banyak hambatan struktur yang dihadapi petani. Mulai dari lahan terbatas, minimnya modal, proses pemasaran, hingga risiko gagal panen. Tentu, hal ini memicu fenomena kemerosotan regenerasi petani.
Pun fakta di lapangan, tak banyak para anak muda yang bercita-cita menjadi petani. Meski begitu, Muhammad Azzari Ruddin (21), pria kelahiran Lamongan yang selain mengajar di Sekolah Dasar (SD) dan menempuh kuliah pendidikan di Bojonegoro, ia mulai tertarik bercocok tanam sedari lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di salah satu pondok pesantren di Lamongan. Di lain sisi, Bapak Azzari seorang kepala sekolah SD yang juga bercocok tanam di ladang dan sawahnya.
Mulanya, ia menanam tanaman dengan media pot maupun polybag. Kemudian, ia tertarik teknik hidroponik yang dipelajarinya secara otodidak. Ditambah, pelajaran tentang teknik hidroponik secara mendalam mulai Azzari dapatkan dari salah seorang profesor, yang pernah mengisi seminar di desa yang saat itu diundang seorang temannya.
Terhitung mulai 2019, Azzari mulai menanam dengan teknik hidroponik di halaman rumahnya yang berada di Desa Jrejeg, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan. Anak pertama dari dua bersaudara ini megatakan, tanaman yang sering ditanam ialah sawi, kangkung, dan selada.
Dipilihnya teknik hidroponik, karena dirasa lebih mudah dari segi perawatan, bebas dari hama (jika memakai green house), tidak menggunakan pestisida, sayuran yang dihasilkan juga lebih segar. Meski begitu, kekurangannya terletak pada biaya yang terhitung mahal, serta membutuhkan pantauan setiap hari.
Sebenarnya, lanjut Azzari, ada sekitar 1000 lubang yang ditanami sayuran secara hidroponik. Namun karena seorang diri, Azzari merasa kewalahan sebab dulunya ia dibantu 3 teman. Sehingga, beberapa waktu belakangan, terpaksa dianggurkan.
Sejauh ini, untuk sawi, Azzari membutuhkan waktu sebulan agar bisa dipanen, kangkung membutuhkan waktu 20 hari sampai bisa dipanen, sedangkan selada, membutuhkan waktu 30 hari. Sejak awal, kenang Azzari, ia sudah panen lebih dari 30 kali.
Azzari memutuskan menjual setiap hasil penenan ke pihak yang bersedia membeli dan membutuhkan. Sebab baginya, hasil penjualan dirasa menguntungkan selama memahami kondisi pasar. “Ya, bisa dibilang menguntungkan. Harganya pun lebih tinggi. Bisa tiga kali lipat,” tuturnya.
Azzari juga pernah dua kali diundang menjadi pembicara di acara kampus di Fakultas Pertanian Brawijaya, “Ya membahas tentang hidroponik secara umum, caranya, bagaimana pengembangannya, dan lain-lain. Tentu, dua kali undangan dengan materi yang berbeda,” ucap Azzari kemudian.
Ke depannya, Azzari berencana membuat green house. Akan tetapi, karena terkendala biaya, ia masih dalam proses mewujudkannya, sembari mencari partner yang bersedia diajak bekerja sama. Sementara ini, Azzari juga sedang mulai membudidayakan tanaman porang. (Septia Annur Rizkia)