Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the wordpress-seo domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/u1118341/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Toboh Sediakan Sarapan Khas Padang Hanya Empat Ribu Rupiah - mandiripangan.com

Toboh Sediakan Sarapan Khas Padang Hanya Empat Ribu Rupiah

  • Bagikan
Nur Hayati yang biasa dipanggil Toboh melayani pengunjung (Foto: Wiradesa)

PADANG PARIAMAN – Nur Hayati namanya. Biasa dipanggil Toboh. Panggilan itu disematkan karena dia lahir di Toboh Gadang, sebuah nagari yang berada di wilayah Kecamatan Sintuk Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman.

Usianya menginjak 55 tahun. Dia mempunyai 3 anak. Dua perempuan, satu laki-laki. Anak pertamanya sudah menikah, dan kini punya 3 anak juga. Artinya, di usia 55 tahun, Toboh memiliki tiga cucu.

Setiap hari, Toboh jualan sarapan pagi khas Padang Pariaman. Di pinggir jalan lintas Padang Pariaman, berdiri warung sederhana bertuliskan “Lontong Ampera Tia”. Bersama suami, buka dari pukul setengah 6 pagi hingga siang hari.

Meski warung sederhana, tetapi tak pernah sepi pengunjung. Sebab, Toboh menyediakan makanan khas daerah setempat. Ada lontong sayur, lontong pical, nasi goreng, dan nasi ampera.

“Berjualan sudah turunan dari orang tua. Jadi, ini sudah jualan sejak gadis,” kata Toboh di warung, tepatnya di Kelok Punggung Kasik, Lubuk Alung, Selasa, 25 Mei 2021.

Harganya sangat murah. Lontong sayur hanya Rp4.000. Lontong pical Rp5.000. Begitu pun nasi goreng hanya Rp5.000 per porsinya. Hanya nasi ampera yang serba Rp10.000.

“Berbeda lagi jika yang beli anak sekolahan. Kalau anak sekolah biasanya ada yang beli 2 ribu tetap dilayani,” katanya.

Pengunjung menikmati lontong pical (Foto: Wiradesa)

Meski harga tak harus menguras banyak isi kantong, tapi soal rasa tak perlu diragukan lagi. Sesuai selera, baik warga sekitar maupun orang yang sekadar lewat di jalan lintas Padang Pariaman tersebut.

Tak heran, dalam waktu normal bisa menghabiskan 200 ketupat. “Karena masih kondisi pandemi, jadi habis sekitar 100 ketupat,” kata Toboh yang tetap menyukurinya. (Ilyas Mahpu)

Baca Juga:  Desa Qur’an Cetak Generasi Alquran Mandiri Pangan
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *