Kebun  

Tanaman Porang Penyambung Kehidupan Petani Lahan Kering

Tanaman Porang di Ponorogo, Kamis (8/12/2022). (Foto: Wiradesa)

PONOROGO – Tanaman Porang menjadi tanaman komoditi yang masif dikembangkan para petani lahan kering di wilayah Kecamatan Ngebel, Kabupatean Ponorogo, Jawa Timur. Tanaman ini dibudidayakan sehingga menghasilkan umbi yang kaya manfaat dan bernilai ekonomi.

Sejak lima tahun belakangan, petani lahan kering di wilayah kaki Gunung Wilis tersebut sudah menggantungkan kehidupan mereka dengan budidaya tanaman bernama latin Amorphophallus muelleri Blume ini. Letak geografis Kecamatan Ngebel yang di daerah pegunungan, menjadikan tanaman umbi-umbian ini sukses dibudidayakan.

“Saya menekuni budidaya Porang sejak tanaman Cengkeh di wilayah sini habis terserang virus. Dari hasil panen Porang ini juga, saya bisa menyekolahkan anak-anak saya,” ujar Yatno, salah satu petani yang sudah menekuni bertani porang sejak pertengahan 2018, kepada Wiredesa.co, Kamis 8 Desember 2022.

Sebelumnya, tanaman Cengkeh menjadi primadona dan menyesaki perkebunan di wilayah Ngebel. Akan tetapi, serangan virus menular meludeskan dan menjadi mimpi buruk semua petani di wilayah pinggiran Ponorogo tersebut. Fenomena Porang yang mulanya tumbuhan liar dan sampai bernilai ekonomi bahkan sampai dilirik Kementrian Pertanian, bak hujan anugerah untuk petani untuk terus bisa menyambung kehidupan.

Menurut keterangan Yatno, harga umbi porang di pasaran sempat menyentuh harga Rp 15 ribu dan sempat stabil di angka Rp 7-ribuan. Akan tetapi, seiring waktu harga tersebut terus mengalami penurunan dan saat ini harganya sekitar Rp 3 ribuan. Walaupun harganya relatif terus mengalami penurunan, petani lahan kering di wilayah Ngebel masih menggantungkan kehidupan mereka dari tanaman umbi yang mengalami dormansi di musim kemarau ini.

“Walaupun harga umbi Porang relatif turun terus, tetapi sudah cukup memberi keuntungan kepada kami, mas. Karena tanaman Porang juga menghasilkan umbi Katak (bulbil) yang terdapat pada setiap pangkal cabang atau tangkai daun yang bisa dijadikan benih untuk bisa ditanam kembali. Sehingga, biaya produksi hanya untuk pupuk dan perawatan saja, tidak memikirkan masalah pembenihan,” ungkap Mikun, petani lain.

Baca Juga:  Martani Pangan Sehat, Olah Rasa Membangun Jiwa Kemandirian
Umbi Porang dan Bulbil (Umbi Katak). (Foto: Wiradesa)

Kendati demikian, Yatno, Mikun dan para petani Porang lain di wilayah Ngebel berharap kehadiran aparat Pemerintah Pusat untuk bisa memperbaiki kebijakan dan menaikkan harga umbi Porang lagi. Sehingga bisa menyejahterakan semua pihak yang terlibat dari hulu ke hilir.

Yatno juga berharap kepada pemerintah untuk mengkaji lagi soal kebijakan larangan impor Porang mentah. Dengan kebijakan ini, petani Porang dirugikan karena harganya terus menurun lantaran rantai pasarnya yang terlalu panjang.

Suplai Porang yang relatif meningkat setiap tahunnya, pada akhirnya juga susah untuk diserap pasar karena kurangnya pabrik pengolah produk Porang jadi, maupun setengah jadi. Selain itu, pengadaan suplai pupuk dan penyesuaian harga juga menjadi harapan para petani agar tetap bisa dijangkau petani. (Rizal H)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *