JAKARTA – Presiden Joko Widodo membentuk Badan Pangan Nasional (BPN). Badan ini berfungsi, antara lain melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan pengaturan cadangan pangan. Ekonom wanti-wanti badan strategis yang diharapkan untuk mengatasi karut marut urusan pangan jangan diisi figur dari partai politik.
Pembentukan BPN berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021. Struktur organisasinya dipimpin Kepala dibantu Sekretariat Utama dan tiga deputi, yakni Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan, Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, serta Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Sumber pendanaan BPN dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. BPN di bawah koordinasi langsung presiden. Badan ini bertanggungjawab kepada presiden.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri mewanti-wanti Badan Pangan Nasional jangan dipimpin oleh figur partai politik. “Jika diisi oleh figur politik, maka menjadi tidak independen dan terjadi konflik kepentingan,” ujar Faisal Basri di Jakarta, Senin 30 Agustus 2021.
Faisal mengingatkan political commitment to adaptation terkait pangan di Indonesia sangat buruk. Indikator ini dapat dilihat dari tidak baiknya kualitas peringatan dini atau sistem pertanian cerdas, kebijakan adaptasi pertanian nasional, dan manajemen risiko bencana.
Berdasarkan Global Food Security Index (2020) Indonesia berada posisi ke-65 dengan skor 59,5 dari 113 negara yang dikaji. Indeks ini dinilai dari indikator affordability (keterjangkauan) pada posisi ke-55, availability (ketersediaan) posisi ke-34, quality and safety (kualitas dan keamanan) posisi ke-89, dan natural recources and resilience (sumberdaya alam dan ketahanan) posisi ke-109.
Skor sumberdaya alam dan ketahanan sangat buruk yakni posisi empat terbawah. Dari 113 negara yang dikaji, Indonesia menempati posisi ke-109. “Aspek indikator ini adalah kualitas peringatan dini atau sistem pertanian cerdas, kebijakan adaptasi pertanian nasional, dan manajemen risiko bencana,” papar Faisal Basri. (*)