SLEMAN – Pertanian terpadu yang dikembangkan Joglo Tani mampu menghasilkan 10 pendapatan dalam setahun. Dengan lahan sekitar 1.000 m2 bisa memberi penghasilan harian, mingguan, bulanan, dua bulanan, tiga bulanan, empat bulanan, enam bulanan, dan satu tahunan.
Sepuluh penghasilan itu untuk harian 3 kali, pagi telor itik, siang telor ayam lehor, kampung,dan Arab, malam angkringan hasil olahan produk Joglo Tani. Sedangkan penghasilan mingguan dari telor asin, bulanan dari penetasan telor dan sayuran, dua bulanan dari sayuran hortikultura dan penggemukan itik.
Selanjutnya penghasilan tiga bulanan dari kolam ikan nila dan lele, tanaman buah melon, cabai, dan terong. Penghasilan empat bulanan dari tanaman padi, enam bulanan dari penggemukan sapi dan kambing, satu tahun penghasilan dari anak sapi. “Dengan lahan terbatas, kita bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri dan kebutuhan hidup keluarga sehari-hari,” ujar TO Suprapto, pendiri Joglo Tani, Senin (27/7/2020).
Pak TO, panggilan akrab TO Suprapto, menjelaskan Joglo Tani seperti universitas. Nama universitasnya Jagad Raya, fakultasnya Kejujuran, dan jurusannya Jalan Lurus. Sedangkan Program S1 akan diajarkan “Ora ana jangka kang kajangkah tanpa jumangkah” (Tidak ada keinginan yang bisa dicapai tanpa melangkah).
Kemudian Program S2 ditekankan untuk memahami, “Aku sapa, karo sapa, neng ngendi, kudu piye” (Saya siapa, dengan siapa, di mana, dan harus bagaimana). Program S3 sudah pada taraf “Kenal diri, tahu diri, mawas diri, harga diri, jati diri” (Mengenal dirinya sendiri, tahu diri, mawas diri, harga diri, dan jati diri). “Jangan omong saja (JOS). Waktu adalah harga diri,” tegas Pak TO.
Bagi Pak TO, seorang Profesor harus jadi orang GILA. Orang bodoh kalah dengan orang pandai. Orang pandai kalah dengan orang cerdas. Orang cerdas kalah dengan orang bejo. Orang bejo kalah dengan orang nekad. Tapi semuanya kalah dengan orang GILA. “GILA itu ada dua, pertama gagasan ide langsung aksi, kedua gerakan insan lestarikan alam,” jelas Pak TO.
Menurut Pak TO, GILA ada 11 prinsip, yakni 5 di hati dan 6 aksi. Lima di hati itu meliputi niat, bekerja, jujur, ibadah, dan ikhlas. Sedangkan enam aksi, meliputi budidaya, pertanian, peternakan, perikanan, mengelola limbah, dan mengelola lingkungan.
Sebenarnya tidak harus memiliki tanah yang luas, berapapun bisa dimanfaatkan untuk pelaksanaan pertanian terpadu. Misalnya dengan tanah 1.000 m2, bisa dibagi 100 m2 yang 50 m2 untuk ternak itik 100 ekor dan 50 m2 untuk penggemukkan ayam 45 hari. Analisis bisnisnya, itik bertelor 70% = Rp 1.700 x 70 = Rp 119.000/hari. Setelah dikurangi makan Rp 70.000, pendapatan bersih Rp 50.000/hari.
Kemudian 100 m2 untuk kolam ikan diisi 5.000 – 7.000 lele. Atasnya ayam Arab. Sedangkan 300 m2 untuk menanam bawang merah (2 bulan). Lahan 300 m2 untuk tanam sayuran hortikultura. Sisa 200 m2 untuk bangunan Joglo. “Bangunan Joglo itu untuk pertemuan, diskusi, menerima kunjungan, dan juga bisa untuk kantor usaha,” jelas TO Suprapto.
Joglo Tani yang beralamat di Jalan Godean Km 9, Dusun Mandungan 1, Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), merupakan wahana untuk pembelajaran pertanian terpadu. Dengan pertanian terpadu, lahan sekitar 1.000 m2 mampu mendapatkan 10 penghasilan.
Saat memasuki Joglo Tani yang didirikan TO Suprapto, ada tulisan “Hamemayu hayuning bawono. Rahayuning bawono purbo waskitaning manungso”. Tulisan ini mengingatkan pentingnya hubungan antara Tuhan, alam, dan manusia.
Selanjutnya “Darmaning satria, mahanani rahayuning negara”. Sejahtera jika ada bakti dari masyarakat. Berbakti yang maksimal itu perlu ahli, profesional, pelayanan prima, dan bisa menjadi teladan. Akhirnya, “Rahayuning manungso dumadi karono kamangnungsan”. Akal budi luhur. Jati diri yang berbudi luhur. (Ono)